HMI-Wati Kohati Cabang Banjarmasin Soroti Kekerasan Seksual

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Banjarmasin Menggelar Diskusi, Minggu, (02 Januari 2022) di Banjarmasin Kalsel. secara daring mengggunakan google meet
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Banjarmasin Menggelar Diskusi, Minggu, (02 Januari 2022) di Banjarmasin Kalsel. secara daring mengggunakan google meet

lenterakalimantan.com, BANJARMASIN – Guna Menambah Wawasan dalam organisasi, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Banjarmasin Menggelar Diskusi, Minggu, di Banjarmasin Kalsel (02/01/22).

Diskusi Kohati ini diadakan oleh Bidang Kajian dan Advokasi dari Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Banjarmasin membedah isu-isu terbaru. Salah satunya Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan Seksual Di Lingkup Perguruan Tinggi.

Bacaan Lainnya

Kegiatan Diskusi Kohati HMI Cabang Banjarmasin kali ini mengangkat tema “Urgensi Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan Seksual Di Lingkup Perguruan Tinggi.”
Para kader HMI selalu dengan ciri khas nya yaitu mengobarkan ghiroh intelektualnya sehingga diskusi berjalan dengan antusias dan lancar.

Ketua Kohati Cabang Banjarmasin, Rida mengatakan tujuan diadakannya diskusi ini adalah agar para kader HMI khususnya dan Masyarakat umum mengetahui mengenai urgensi dari Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021 Tentang Kekerasan Seksual, serta untuk mengetahui hasil dari Kebijakan Pemerintah apakah sudah sesuai dengan Pancasila, Norma dan Agama ataukah bertentangan, sehingga Kader HMI dan Masyarakat Umum bisa mengambil sikap sebijak-bijaknya.
Salah satu yang menjadi sorotan terkait kekerasan Seksual.

“Kekerasan Seksual: Setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, atau menyerang tubuh, atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal,”katanya.

Ia bilang Data Catatan Tahunan 2021 Komnas PP: Jumlah kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) sepanjang tahun 2020 sebesar 299.911 kasus, tingginya angka kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, khususnya di perguruan tinggi menjadi persoalan yang perlu untuk segera dituntaskan.

Sementara hingga saat ini masih belum ada peraturan yang mampu menjadi payung hukum untuk menjawab persoalan tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan, salah satunya dengan diterbitkannya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia.

Oleh karena itu, Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021 tersebut merupakan salah satu langkah yang tepat guna mendorong perguruan tinggi sebagai lembaga yang berperan aktif dalam melakukan pencegahan dan penanganan tindak kekerasan seksual serta menjaga lingkungan pendidikan sebagai tempat yang sehat dan aman.
Ia menyebut Adapun Urgensi Permendikbud Ristek, yakni Jaminan perlindungan pada korban kekerasan seksual, Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi.

Selanjutnya Mewujudkan penanggulangan kekerasan seksual dengan pendekatan institusional dan berkelanjutan.
Selain itu pula ini juga untuk Mengisi kekosongan hukum dalam pencegahan, penanganan, dan perlindungan korban kekerasan seksual yang memprioritaskan kebutuhan dan keadilan bagi korban.
Kemudian Memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk mengambil langkah tegas terhadap kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.

Makanya kami Mendorong pengaturan pada kebijakan kampus dalam merespon kekerasan seksual dan menyusun sanksi yang sesuai dan terbatas pada kewenangan kampus.
“Tidak hanya itu kita Mendorong kampus untuk menyusun Satgas dalam upaya mencegah dan menangani Kekerasan Seksual sesuai ketentuan permendikbud Ristek. Itulah Sebagian kutipan dari penjelasan Yunda Fatrawati Kumari selaku narasumber pada diskusi,”kata Rida.

Sementara Anggota DPRD Kalsel yang juga Tokoh Muda Kalsel Zulfa Asma Vikra memandamh Harus ada keterbukaan publik dan jaminan hukum bagi korban kekerasan seksual, yang paling penting adanya bantuan hukum.

“Banyak korban kekerasan seksual yang tidak berani melaporkan, karena ada yang tidak mengerti hukum , atau tidak cukup biaya untuk melakukan perkara hukum, dan ada yang tidak pengetahuan tentang bagaimana mereka memiliki pembelaan, pembelaan hak mereka yang sudah dirugikan. Sebagai solusi bagi para korban bisa melaporkan kepada biro hukum yang ada di setiap kota, kabupaten atau provinsinya,”katanya.

Ia menambahkan Dalam Perda sudah ada diatur tentang permasalahan anak dan perempuan, termasuk kekerasan pada anak dan perempuan namun tetap perlu peraturan yang memang lahir sebagai payung hukum terhadap kasus-kasus kekerasan seksual, “Permendikbud Ristek No. 30 tahun 2021 inilah sebagai suatu salah satu ikhtiarnya, semoga dalam implementasinya dapat berjalan dengan baik dan maksimal,”tutup Zulfa.

Kegiatan itu juga menghadirkan pemateri yaitu Yunda Dr. Fatrawati Kumari, M. Hum selaku Pemerhati Perempuan dan Akademisi/Dosen UIN Antasari Banjarmasin, Zulfa Asma Vikra, S. H, M. H selaku Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Selatan Komisi IV sekaligus sebagai Akademisi/Dosen Universitas Ahmad Yani, dipandu moderator bernama Shinta Aulia Armeynda selaku Ketua Bidang Kajian dan Advokasi KOHATI Cabang Banjarmasin.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *