JAMPidum Kejagung RI Setujui 6 Perkara Dihentikan Penuntutan Berdasarkan RJ

Gedung JAM Pidum Kejagung RI
Gedung JAM Pidum Kejagung RI

lenterakalimantan.com, JAKARTA – JAM Pidum Kejagung RI menyetujui enam pengajuan penghentian penuntutan Berdasarkan Restorative Justice (RJ)

Berdasarkan siaran pers Nomor: PR – 160/075/K.3/Kph.3/02/2024, yang diketahui Kapuspenkum Kejagung RI I Ketut Sumedana, bahwa Senin 26 Februari 2024, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif

Bacaan Lainnya

Pertama atas nama tersangka Febiana Oroh alias Eva dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Kemudian tersangka Sukarman als Kremek bin Arjo Sentono (Alm.) dari Kejaksaan Negeri Klaten, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, tersangka Sutarji bin Alm. Suhar dari Kejaksaan Negeri Semarang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Junaedi alias Dedi bin (Alm.) Mansur dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan, tersangka Tamrin bin Daeng Talli dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan dan tersangka Azhar alias Degur dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar

“Pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif. Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2). Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,”jelasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *