Pengobral Tanah ke Asing Terjadi di Pemerintahan SBY, Irwan Feco Sebut Menkopolhukam Berbicara Tak Sesuai Fakta

Irwan Fecho Anggota DPR RI Fraksi Demokrat
Irwan Fecho Anggota DPR RI Fraksi Demokrat

lenterakalimantan.com, BANJARMASIN– Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Irwan Fecho meminta Menko Polhukam Mahfud MD untuk tidak membuat pernyataan yang tidak berdasar fakta.

Hal tersebut merespon pernyataan Mahfud MD yang menyebut kalau pengalihan tanah atau lahan ke negara asing paling banyak terjadi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Bacaan Lainnya

Irwan yang juga doktor ilmu kehutanan, meminta Menko Polhukham Prof Mahfud MD untuk tidak membuat pernyataan ngawur dan tidak berdasar fakta. Prof Mahfud bahkan tidak bisa membedakan antara HPH dan HGU.  “HPH itu ijinnya di kawasan hutan,”kata pria Asal Kalimantan Timur ini dalam rilis yang diterima lenterakalimantan.com, Selasa (8/6/2021).

Jadi, bukan penguasaan atas tanah di Areal Penggunaan Lain, tetapi hanya hak untuk mengusahakan hutan atau memanfaatkan potensi kayu di dalam kawasan hutan.

Makanya, sangat aneh bicara pengalihan tanah saat pemerintahan bapak SBY kepada asing, tapi bicaranya HPH.

“Kalau bicara hak untuk mengusahakan tanah itu HGU namanya. Kalau HPH itu ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam atau disebut juga IUPHHK-HA. Tanahnya tidak menjadi hak pemegang ijin. Jadi, sangat jelas bedanya,” tegas Irwan.

Ia bilang Prof Mahfud sebaiknya berhenti menyalahkan pemerintah sebelumnya, lanjut Irwan. Itu bukan hanya mempermalukan dirinya sebagai pejabat negara, tapi juga mempermalukan atasannya sendiri yaitu presiden Jokowi. Kan jadinya seperti pemerintahan ini tidak bisa kerja, tapi bisanya hanya mencari kesalahan pemerintah sebelumnya.

Sebelumnya, pernyataan Mahfud MD tersebut untuk menanggapi kritik yang diarahkan kepada pemerintah bahwa 70 persen tanah negara disebut dikuasai asing.

Artinya, hanya 30 persen tanah yang dikuasai negara.

Menurut Mahfud, pemerintahan Jokowi tidak pernah mengobral tanah ke asing.

Sebaliknya, kasus pengobralan tanah ini hanya perjanjian kontrak dari pemerintahan sebelumnya.

“Nah sekarang kita buka data siapa yang ngobral-ngobral tanah itu? kita ini cuma kebagian limbahnya. Pada zaman Pak Jokowi pemberian HPH atau pemberian tanah pada zaman pemerintahan kami ini itu nggak ada itu,” kata Mahfud saat menjadi pembicara dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada pada Sabtu (5/6/2021) lalu.

Mahfud menjelaskan pengobralan tanah justru paling banyak terjadi pada pemerintahan SBY atau periode 2004-2014.

Menurutnya, ada jutaan hektar tanah yang diberikan HPH-nya kepada asing.

“Kalau kita buka datanya tahun 2004 sampai dengan 2014, itu belasan juta hektar dikeluarkan. Nah zaman Pak Jokowi itu hanya meneruskan karena sudah ada komitmen dari pemerintahan yang sebelumnya dan tidak boleh ditolak harus dilanjutkan,” katanya.

Mahfud menuturkan pemerintahan presiden Jokowi justru kerap membagi-bagikan tanah kepada masyarakat.

Persoalan tanah yang dikelola asing ini disebut limbah dari pemerintahan sebelumnya. “Nah ini Pemerintah nggak ada gunanya tanah rakyat diobral ke mana-mana. Saya katakan bahwa ini limbah. Kita ini sulit menyelesaikan ini karena misalnya kita mau merampas tanahnya orang ini milik negara, tapi dia ini punya kontrak yang sah dengan negara pada waktu itu. Pemerintah ingin mencabutnya seenaknya kan nggak bisa,”tandas Mahfud.

Pos terkait