lenterakalimantan.com, BANJARMASIN – Diki Wahyudi terdakwa kasus dugaan pencurian dua kotak susu dibebaskan, karena berkas perkaranya dihentikan ditingkat penuntutan oleh pihak Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Selasa (7/12).
Kasus dugaan pencurian susu ditangani pihak Polsek Utara.
Penghentian perkara ditingkat penuntutan oleh pihak Kejari Banjarmasin, sesuai dengan ketentuan Kejaksaan Agung No.15 tahun 2020, tentang restoratif justice.
Selain itu pihak Kejari Banjarmasin selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga telah melakukan koordinasi dengan pihak penyidik atau yang menangani perkaranya.
Dikatakan Kasi Pidum Deni Wicaksono SH MH, bahwa pihaknya menerapkan restoratif justice (Penghentian perkara ditingkat penuntutan) setelah melakukan koordinasi dengan para penyidik serta kedua belah pihak.
“Sebelum restoratif justice ini diterapkan sebagaimana petunjuk dari Kejaksaan Agung, kita berkordinasi dulu dengan pihak penyidik, kemudian kedua belah pihak, korban dan pelaku, serta masyarakat atau saksi,”ucap Deni.
Lanjutnya penerapan restoratif justice itu tidak mudah, ada ketentuannya, diantaranya sudah ada perdamaian, korban memaafkan perbuatan terdakwa dan kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana nilainya tidak lebih dari Rp2.500.000,-, serta perbuatan tindak pidana yang dilakukan terdakwa baru pertama kali.
“Semua ketentuan itu sesuai dengan kententuan Kejaksaan Agung No 15 Tahun 2020, tentang restoratif justice,Surat penghentian perkara (restorative justice) ini bisa dicabut kalau pelaku mengulangi perbuatannya,”jelas Deni.
Penerapan restorative justice yang dilakukan pihak kejaksaan merupakan upaya melakukan pembinaan kepada pelaku tindak pidana.
Deni menyebutkan ada perkara pidana yang tidak dapat dihentikan penuntutannya, yakni tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat dan wakilnya serta ketertiban umum dan susila.
Kemudian tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal, tindak pidana narkotika, dan tindak pidana lingkungan hidup serta tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.
“Selama ini sudah empat perkara yang dilakukan Restorative Justice yang dihentikan dari tahun 2020,” tambah Deni Wicaksono.