lenterakalimantan.com, SAMARINDA – Di tengah kemajuan ilmu kedokteran modern, Indonesia tak melupakan akar tradisinya. Jamu racikan herbal warisan leluhur kini kembali mendapat tempat terhormat, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di panggung dunia. Setelah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia oleh UNESCO pada Desember 2023, jamu mulai dilirik sebagai solusi kesehatan berbasis kearifan lokal yang menjanjikan.
Menanggapi perkembangan ini, Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda mengambil langkah strategis. Melalui konferensi ilmiah tahunan 21st Mulawarman Pharmaceutical Conference (MPC XXI) yang digelar pada 29–30 Juli 2025, Unmul ingin mempertegas peran jamu dalam sistem kesehatan global yang berkelanjutan dan berbasis bukti ilmiah.
Konferensi yang mengusung tema “Penguatan Peran Jamu dalam Inovasi Kesehatan Modern” ini menjadi ajang bertemunya para pakar farmasi, kedokteran, akademisi, peneliti, serta pelaku industri dari berbagai daerah. Hadir pula perwakilan pemerintah daerah yang menunjukkan komitmen serius terhadap pengembangan pengobatan tradisional.
Mewakili Gubernur Kalimantan Timur, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim dr. H. Jaya Mualimin dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kalimantan Timur merupakan gudang keanekaragaman hayati yang belum tergarap optimal. Menurutnya, tumbuhan hutan Kalimantan memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan sebagai bahan baku jamu dan produk kesehatan lainnya.
“Dengan pendekatan farmakologi yang tepat, jamu bukan hanya pelengkap, tetapi bisa menjadi bagian utama dari sistem kesehatan modern yang aman, efektif, dan ilmiah,” ujar dr. Jaya.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antar lembaga pendidikan tinggi, peneliti, praktisi, pemerintah, dan pelaku usaha dalam mempercepat hilirisasi hasil riset menjadi produk yang bermanfaat langsung bagi masyarakat. MPC XXI, katanya, menjadi langkah nyata menuju arah itu.
Lebih lanjut, dr. Jaya menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia, khususnya di Kalimantan Timur, perlu diberikan akses dan edukasi mengenai manfaat jamu yang telah teruji. Dengan begitu, ketergantungan pada obat-obatan kimia bisa dikurangi tanpa mengorbankan kualitas layanan kesehatan.
Rektor Universitas Mulawarman, Prof. Dr. Ir. Abdunnur, yang turut hadir dalam konferensi, menyatakan bahwa Unmul siap menjadi garda terdepan dalam pengembangan jamu berbasis riset ilmiah. Ia mendorong sivitas akademika untuk terus menggali potensi tanaman obat lokal, baik dari segi bahan aktif maupun efektivitasnya terhadap berbagai penyakit.
“Jamu adalah identitas bangsa. Sudah saatnya kita bangkitkan kembali dengan pendekatan sains yang kuat, agar bisa bersaing secara global,” tegasnya.
MPC XXI yang diselenggarakan secara hybrid ini (luring dan daring) diikuti ratusan peserta dari berbagai perguruan tinggi dan instansi kesehatan di Indonesia. Sesi diskusi menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka yang membahas mulai dari penelitian tanaman obat, bioteknologi farmasi, hingga strategi komersialisasi produk herbal.
Antusiasme peserta terlihat tinggi, menandakan bahwa isu pengobatan tradisional kini kembali relevan di tengah arus globalisasi kesehatan. Terlebih, tren gaya hidup sehat yang semakin digemari masyarakat dunia menjadi peluang emas bagi jamu Indonesia untuk naik kelas.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sendiri menyatakan komitmennya dalam mendukung langkah-langkah integrasi jamu ke dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Dengan kebijakan yang mendukung serta dukungan riset dari perguruan tinggi, bukan tak mungkin jamu akan menjadi andalan Indonesia dalam diplomasi kesehatan dunia.
Sumber: Portal Kaltim
Editor: Muhammad Tamyiz