lenterakalimantan.com, JAKARTA – Setelah drama OTT di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSU) Rabu (15/9). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar konferensi pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) di Hulu Sungai Utara.
Di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/9/2021) malam. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata merinci ada 7 orang yang diamankan. Dua diantaranya adalah pejabat Dinas PUPR Kabupaten setempat, Dugaan tindak pidana korupsi itu berawal dari pemberian fee proyek senilai Rp1,9 miliar.
Alexander Marwata mengungkapkan, tujuh orang tersebut berinisial MK Plt Kepala Dinas PUPR, MRH Direktur CV Hanamas, FH Direktur CV Kalpataru, KI PPTK Dinas PUPR, LI Mantan ajudan Bupati Hulu Sungai Utara, MB Kepala Seksi di Dinas PUPRT dan MJ kepercayaan MRH dan FH.
Alexander Marwata mengatakan, MRH dan FH melakukan pemberian uang kepada penyelenggara negara atas fee lelang proyek yang dimenangkan.
“Awalnya tim KPK mengikuti MJ yang mengambil uang 177 juta di salah satu bank di Hulu Sungai Utara dan langsung menyerahkan duit tersebut ke rumah MK,” ungkap Alexander.
Setelah uang diterima MK, tim KPK langsung mengamankan yang bersangkutan beserta uang 175 juta dan dokumen proyek. Selain itu, tim KPK juga mengamankan MRH dan FH di kediaman masing-masing.
“Semua pihak yang diamankan kemudian dibawa ke Polres Hulu Sungai Utara untuk dimintai keterangan. Selanjutnya dibawa ke gedung KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” urainya.
Dia menambahkan, total barang bukti yang telah diamankan, diantaranya beberapa dokumen dan uang sejumlah Rp 345 juta. KPK melanjutkan status perkara ke tahap penetapan tersangka, sebagai berikut
Pertama, lanjutnya MK Plt Kepala Dinas PUPR sekaligus pejabat pembuat komitmen kuasa pengguna anggaran. Kedua, MRH dan ketiga, FH selaku pemberi uang.
“Guna keperluan penyidikan, KPK melakukan penahanan untuk 20 hari kedepan terhitung mulai tanggal 16 September sampai dengan 5 Oktober tahun 2021,”papar Alexander Marwata.
Tiga tersangka itu ditahan terpisah, MK di Rutan KPK milik Kodam Jaya Guntur, MRH di Rutan Gedung Merah Putih KPK dan FH di Rutan C1 KPK.
Alexander Marwata mengungkapkan, tindakan pidana korupsi terjadi pada lelang dua proyek jaringan rehabilitasi DIR di Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dan rehabilitasi jaringan DIR di Desa Karias, Kecamatan Banjang, dengan nilai Rp1,9 miliar.
Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), MK diduga lebih dulu menyerahkan persyaratan kepada MRH dan FH sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut. Dari sini diduga terjadi pemufakatan pemberian fee proyek sebesar 15 persen.
Atas perbuatannya mereka disangkakan pasal sebagai berikut, MRH dan FH selaku pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf h atau pasal 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia 1999 tentang tindak pidana korupsi atau sebagaimana telah diubah undang-undang nomor 20 tahun 2021 atas perubahan nomor 31 Republik Indonesia tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 65 KUHP.
Tersangka MK selaku penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf h atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 undang-undang Republik Indonesia tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sebagaimana telah diubah undang-undang nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 KUHP, pasal 65 KUHP.